Aneka pencapaian ekonomi telah diraih pemerintah sepanjang 2012, di tengah gempuran krisis ekonomi global dan rintangan ekonomi domestik. China dan India pertumbuhan ekonominya merosot tajam dibandingkan tahun sebelumnya, sedangkan Indonesia hanya turun tipis ketimbang tahun lalu. Sampai akhir 2012 diperkirakan pertumbuhan ekonomi China tidak akan sampai 8%, hal yang sama juga terjadi dengan India. Diproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya kalah dengan China pada tahun ini dan lebih tinggi dari India. Pada 2011, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih rendah dari China dan India. Salah satu sebab dari penurunan moderat pertumbuhan ekonomi nasional adalah rendahnya rasio ekspor terhadap PDB, sehingga dampak krisis global menjadi tidak terlalu besar. Pola ini hampir sama dengan peristiwa pada 2009 lalu saat ekonomi Indonesia relatif selamat dari krisis ekonomi global. Pertanyaannya, bagaimana kira-kira proyeksi ekonomi nasional pada 2013?
Kebijakan Strategis
Sebelum berbicara soal prospek ekonomi tahun depan, ada beberapa kebijakan strategis yang layak ditulis di sini karena akan memengaruhi situasi ekonomi 2013. Pertama, pemerintah sudah membuat terobosan untuk meningkatkan pendapatan tidak kena pajak (PTKP) pada 2013 menjadi Rp 24,3 juta/tahun. PTKP ini meningkat Rp 9 juta dibanding kebijakan sebelumnya. Jika dikomparasikan dengan pendapatan per kapita Indonesia yang sekitar Rp 35 juta/tahun, maka PTKP ini mencapai 70% dari pendapatan per kapita. Jika dibandingkan dengan negara lain, PTKP Indonesia ini rasanya lebih progresif, dalam pengertian semangat membela kepentingan masyarakat kelas bawah sangat menonjol. Struktur PTKP ini patut disambut gembira karena memiliki efek yang sangat besar terhadap kesejahteraan masyarakat menengah-bawah. Berbarengan dengan ini juga ada kenaikan upah minimum yang cukup besar, sehingga secara umum kebijakan ini merupakan warta gembira buat warga kelas bawah.
Kedua, pada 2013 pemerintah juga akan mengeluarkan dua kebijakan penting terkait aset produktif di sektor pertanian, yaitu penguasaan/kepemilikan lahan. Kementerian Pertanian merencanakan memberlakukan moratorium alih fungsi lahan (konversi) sekurangnya selama 3 tahun dan mulai berjalan efektif pada 2013. Kebijakan ini jika jadi dikeluarkan dan dapat diimplementasikan tentu bermakna sangat besar bagi pembangunan sektor pertanian, di mana bukan saja target swasembada beberapa komoditas strategis bisa dicapai, tetapi juga berpotensi meningkatkan pendapatan petani. Berikutnya, Kementerian Kehutanan sekarang juga tengah merevisi kebijakan penguasaan lahan perkebunan yang nantinya penguasaan lahan korporasi dibatasi, termasuk untuk perusahaan satu grup. Pada kasus kelapa sawit, misalnya, perusahaan satu grup hanya diberi jatah penguasaan maksimal 100 ribu hektar. Sekali lagi, spirit regulasi ini laik untuk diapresiasi.
Ketiga, sejak 2012 pemerintah sudah melakukan renegosiasi bagi hasil pertambangan yang diharapkan porsi pemerintah menjadi lebih besar lagi. Dalam kasus tertentu, misalnya PT Freeport, selama ini pemerintah hanya mendapat royalti sebesar 1% selama puluhan tahun. Pemerintah berharap royalti itu bisa ditambah menjadi 10%. Andaikan royalti itu meningkat menjadi 3,75% saja, seperti yang tertera dalam regulasi, maka penerimaan pemerintah akan naik lumayan besar. Pada 2013 diharapkan proses renegosiasi itu sudah rampung sehingga sejak awal tahun bagi hasil yang diterima pemerintah bertambah. Sebetulnya isu royalti ini tidak semata untuk peningkatan penerimaan negara, tapi yang paling penting adalah aspek keadilan. Selama ini rakyat merasa sakit hati karena kekayan yang sedemikian besar jatuh ke pihak asing, bukan dipakai bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bagi investor asing, langkah renegosiasi merupakan jalur lunak yang menguntungkan ketimbang pemerintah melakukan langkah yang lebih drastis, misalnya nasionalisasi.
Terakhir, sektor industri dalam dua tahun ini pertumbuhannya lumayan bagus setelah sebelumnya tumbuh sangat rendah, sehingga kontribusinya terhadap PDB merosot. Pada 2005 sektor industri sempat menyumbang 28% terhadap PDB, sedangkan saat ini hanya 24%. Namun, sejak 2011 pertumbuhan sektor industri sudah di atas 6% sehingga ini merupakan modal yang besar bagi peningkatan donasi terhadap PDB. Pada 2012 juga diperkirakan sektor industri akan tumbuh di atas 6%, sekurangnya sama dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Seperti halnya sektor pertanian, pertumbuhan sektor industri pantas disambut gembira karena memiliki efek yang bagus bagi penyerapan tenaga kerja, khususnya subsektor industri yang padat karya. Saya melihat keempat hal di atas merupakan kebijakan ekonomi yang tidak hanya memiliki makna ekonomi semata, tapi mempunyai dimensi yang lebih luas lagi, yakni “investasi sosial†di masa depan.
Prospek Ekonomi 2013
Seperti disinggung di awal, perekonomian Indonesia sebetulnya 75% tergantung dari sumber domestik. Persinggungan dengan ekonomi luar negeri yang difasilitasi oleh ekspor dan impor belum begitu besar, sekitar 28% dari PDB. Ini berbeda jauh ketimbang Malaysia, Thailand, Singapura, China, dan lain-lain yang rasio ekspor terhadap PDB lebih dari 100%. Keuntungan dari ekonomi yang bertumpu kepada ekonomi domestik, seperti Indonesia, adalah ketika terjadi krisis ekonomi global seperti sekarang dan 2009 silam. Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlalu jatuh karena penurunan ekspor kurang memiliki implikasi terhadap agregat kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Sebaliknya, pada saat ekonomi dunia mulai pulih, kerugian ekonomi yang bertumpu kepada pasar domestik adalah tidak bisa memanfaatkan pasar luar negeri untuk melakukan lompatan pertumbuhan ekonomi. Titik pijak inilah yang bisa dipakai untuk memproyeksikan kinerja ekonomi nasional pada 2013.
Pertumbuhan ekonomi dunia pada 2013 diestimasi akan lebih bagus daripada 2012. Pusat-pusat ekonomi dunia, seperti AS, Eropa, Jepang, dan negara Asia Pasifik akan tumbuh lebih tinggi ketimbang 2012. AS dan negara-negara Eropa yang menjadi sumbu krisis ekonomi global akan tumbuh positif, meskipun problem utang negara belum akan terselesaikan. Pertumbuhan positif tersebut membuat daya beli negara tersebut meningkat dan permintaan terhadap barang dan jasa ikut naik. Ini tentu menjadi kesempatan bagi Indonesia meningkatkan ekspor ke kawasan tersebut sehingga dapat memerbaiki kinerja neraca perdagangan. Dengan dasar ini, ekspor 2013 akan lebih bagus, neraca perdagangan positif, dan menyumbang terhadap kenaikan pertumbuhan ekonomi. Tentu saja asumsinya kinerja pengeluaran pemerintah, investasi, dan konsumsi rumah tangga tetap stabil. Singkatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2013 diperkirakan meningkat pada kisaran 6,3-6,5%.
Sungguh pun begitu, pekerjaan rumah untuk mencapai pertumbuhan itu tidaklah mudah. Lembaga internasional dan nasional sudah memberikan peringatan sejak lama bahwa problem inefisiensi birokrasi dan korupsi masih menjadi batu kerikil yang membuat perekonomian tidak dapat berjalan kencang. Masalah pembebasan lahan, perizinan usaha, dan pembangunan infrastruktur yang berjalan lambat sebetulnya berhulu dari sebab itu. Hal yang sama juga terjadi dalam hal penyerapan anggaran, di mana kinerja birokrasi sangat buruk sehingga program-program direalisasi tidak sesuai rencana. Demikian pula, daya saing ekonomi yang tidak kunjung membaik, bahkan dalam beberapa aspek mengalami pemburukan, sebagian terkait dengan korupsi dan inefisiensi birokrasi. Pemerintah mesti menyegerakan mengurus soal ini agar ekonomi tidak dibelenggu oleh masalah klise tersebut. Mestinya pada 2013 pemerintah tidak lagi disibukkan dengan urusan primer ini sehingga fokus ke program pembangunan.
Jadi, dalam soal pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat suku bunga, dan lain-lain sebetulnya tidak ada persoalan yang berarti pada 2013. Pemerintah tinggal memastikan untuk memerbaiki mutu pertumbuhan/pembangunan dengan jalan membuat pertumbuhan ekonomi yang dicapai paralel dengan percepatan pengurangan kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan. Empat kebijakan di muka akan lebih berarti lagi apabila diikuti dengan sistem pajak progresif (misalnya golongan berpendapatan di atas Rp 5 miliar/tahun dikenai pajak 50%), reforma agraria (rata-rata rumah tangga petani memiliki sekurangnya 1 hektar lahan), memprioritaskan BUMN untuk mengelola sumber daya alam, dan mengurus sektor pertanian secara serius sehingga pertumbuhannya bisa di atas 4%/tahun. Jika langkah ini dilengkapi dengan alokasi belanja APBN dan sektor keuangan (perbankan) yang lebih memihak kepada golongan ekonomi menengah ke bawah (misalnya untuk pos UMKM dan infastruktur pertanian), maka ekonomi nasional akan lebih bermartabat pada 2013.
*Ahmad Erani Yustika, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya; Direktur Eksekutif Indef