Pada 2009 lalu, saat puncak krisis perumahan itu sampai di ujungnya, pengangguran di AS berada pada level 7,2%. Itu pengangguran terburuk dalam 16 tahun terakhir. Data itu seakan berbicara sendiri, bahwa bail-out kepada para peternak uang itu sama halnya mengembangbiakkan keculasan dalam ekonomi. Uang lenyap, namun ekonomi tetap seperti kiamat. Nah, sekarang pada saat sisa krisis finansial 2008 itu belum bersih benar, krisis utang pemerintah kembali mendera perekonomian. Setiap tahun pemerintah AS mengeluarkan paket stimulus fiskal sehingga utang negara bengkak, tapi dengan hasil nol besar. Pada Mei 2011 lalu, pengangguran AS kembali mendaki ke angka 9,1%. Rakyat tentu lenyap kesabarannya, khususnya para pekerja yang telah menginfakkan keringatnya dengan bekerja secara tulus. Jadi, demonstrasi di WS kali ini merupakan ungkapan perih sosial tersebut: dharma bakti kerja yang tidak dijawab dengan pemerataan kesejahteraan.
Dengan begitu, resesi ekonomi kali ini melengkapi dua sumber penyebab krisis sebelumnya, yakni korporasi dan lembaga keuangan swasta. Sekarang resesi dipicu oleh utang negara yang tidak kepalang jumlahnya. Setumpuk utang itu tidak digunakan untuk mengongkosi kesejahteraan rakyat, tapi dipakai mensubsidi korporasi jahat yang sebelumnya sudah memberi kado krisis ekonomi. Di sinilah kapitalisme telah menggali kuburannya sendiri, tepat seperti yang dinyanyikan Marx. Kapitalisme tegak oleh pilar pasar dan korporasi, tapi dibunuh oleh dua-duanya sekaligus. Pasar menghunus pedang yang ditancapkan ke ulu hati negara, sedangkan korporasi menghabisi nyawa lewat suntikan manipulasi dan sifat greedy. Jadi, kerusakan yang terjadi bukan lagi soal kesalahan regulasi atau kebijakan, tapi cacat sistem ekonomi. Hari-hari ini, daun-daun kuning telah jatuh dari pohon yang meranggas di WS, yang tanpa disengaja sekaligus menjadi tanda datangnya musim gugur kapitalisme.
*Ahmad Erani Yustika,
Ekonom Universitas Brawijaya; Direktur Eksekutif Indef