Sampai pekan terakhir Oktober 2011 belum terdapat tanda-tanda solusi komprehensif penanganan resesi ekonomi di negara-negara maju. AS masih menyisakan problem keresahan sosial (antara lain gerakan Occupy Wall Street) dan mesin ekonomi yang belum berjalan. Jepang memang tidak diganggu dengan soal kesepakatan politik penanganan krisis, tapi ekonominya diperkirakan baru bergerak lancar pada pertengahan 2012. Sementara itu, kendala terbesar tetap berada di Uni Eropa yang masih alot mencari konsensus untuk bergerak melawan krisis. Satu kutub menghendaki agar Yunani, Spanyol, Portugal, dan lain-lain segera diberi napas buatan (utang). Namun, kutub lainnya bersikeras negara-negara itu tidak boleh dibantu selama belum ada iktikad mendisplinkan perekonomiannya (fiskal). Berbeda dengan AS dan Jepang yang sudah bisa fokus ke pemulihan, Uni Eropa hari-hari ini masih berkutat membangun konsensus.
Pergeseran Kekuatan Ekonomi
Secara pasti prospek perekonomian 2012 akan lebih muram ketimbang 2011. IMF telah mengeluarkan proyeksi ekonomi 2012 dan semua lembaga menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi. AS, Uni Eropa, dan Jepang pertumbuhan ekonominya diproyeksikan suram sehingga daya dukung negara tersebut terhadap perekonomian global menjadi melemah. Negara-negara maju tersebut selama ini menjadi motor perekonomian dunia karena dua faktor: sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi penawaran, negara maju memproduksi aneka barang dan jasa sehingga memberi donasi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Sebaliknya, dari sisi permintaan, mereka juga membutuhkan barang dan jasa yang sangat besar untuk memenuhi konsumsi domestik. Agregasi penawaran dan permintaan negara maju itulah yang selama ini menjadi poros kesinambungan pertumbuhan ekonomi dunia.
Sungguh pun begitu, selama ini 10 tahun terakhir ini sebetulnya kedigdayaan negara maju tersebut sedikit berkurang dengan masuknya beberapa negara baru yang ekonominya berkemilau, seperti Rusia, Brazil, China, India, Korsel, Indonesia, Thailand, Malaysia, Hongkong, Taiwan, Vietnam, dan lain-lain. Sejak 2010 China telah mengambil alih posisi Jerman sebagai negara eksportir terbesar sehingga mereka mengakumulasi cadangan devisa mendekati US$ 3 triliun. China juga tercatat sebagai pemegang surat utang terbesar AS sekitar US$ 1,16 triliun, disusul Jepang (906), Inggris (333), dan Brazil (189). Di luar China, pertumbuhan ekonomi India, Indonesia, dan Vietnam selalu di atas rata-rata negara Asia lainnya, bahkan ketika puncak krisis ekonomi terjadi pada 2009. Pada saat itu hampir semua negara maju mencatat pertumbuhan negatif, sedangkan China, India, Indonesia, dan Vietnam tetap tumbuh positif.
Walaupun begitu, tidak dapat dimungkiri pula bahwa krisis ekonomi di negara maju tetap akan memengaruhi kinerja ekonomi secara keseluruhan. Eropa, AS, dan Jepang masih merupakan penyumbang penting dalam investasi asing maupun penyedot barang/jasa dunia. Pergerakan ekonomi di emerging markets sebagian disumbang oleh dua hal tadi, yakni masuknya investor dari negara maju dan permintaan barang/jasa. Kasus di Indonesia bisa dijadikan contoh, di mana sampai semester I 2011 penyumbang investasi asing terbesar berturut-turut adalah Singapura, AS, Jepang, Belanda, dan Korsel. Konfigurasi yang sama juga terjadi di China, Brazil, India, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan emerging markets lainnya. Demikian pula 5 mitra dagang Asean 2010 terbesar adalah China, Jepang, Uni Eropa, AS, dan Singapura. Di sini terlihat betapa besarnya ketergantungan negara-negara berkembang terhadap AS, Jepang, dan Eropa.
Deskripsi itu melegitimasi perkiraan bahwa ekonomi tahun depan lebih suram bagi negara berkembang dibandingkan sekarang. IMF telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi negara berkembang menjadi 7,7%, semula 7,9%. China sendiri diperkirakan pertumbuhannya turun menjadi 9% (semula 9,5%). Sementara itu, Indonesia, India, Malaysia, Thailand, dan Vietnam diproyeksikan tumbuh 6,3%; 7,5%; 5,1%; 4,8%; dan 6,3%. Seluruh proyeksi negara-negara yang disebut terakhir tersebut telah diturunkan dibandingkan estimasi pada awal tahun. Di balik itu memang tetap ada berita menggembirakan, bahwa krisis kali ini tidak akan membuat jatuh perekonomian seperti 2008/2009 lalu, sehingga efek kejutannya tidak terlalu parah. Namun, yang mengecewakan, diperkirakan kondisi ini akan bertahan cukup lama sehingga hanya negara-negara yang sigap dan cerdas dalam merumuskan kebijakan yang akan cepat pulih ekonominya.