Selama ini Indonesia mengerjakan proses industrialisasi yang “unik”, sehingga mengakibatkan keterbelahan pemaknaan terhadap industrialisasi itu sendiri. Di satu sisi, secara konsepsional strategi industrialisasi yang dilaksanakan ingin meniru model Barat, sementara di sudut lainnya endowment factor yang dimiliki sangat berbeda. Akhirnya industri-industri padat teknologi yang dikembangkan tidak mampu bersaing di pasar Internasional, sementara sektor potensial (berbasis pertanian) malah sekarat karena tidak diurusi secara serius selama sekian dekade.
Dalam bingkai seperti ini, maka yang muncul bukannya industri mapan dengan kemampuan entrepreneurship yang tangguh, tetapi justru menjamurnya sektor informal yang tidak terbendung.
Ditambah dengan beban ketergantungan dari negara asing, maka sangatlah tepat jika model pembangunan yang dikembangkan oleh Indonesia dimaknai sebagai “Industrialisasi Pinggiran”; di mana Indonesia tidak kunjung mampu menguasai industri teknologi tinggi yang efisien dan sektor pertanian yang dinamis, melainkan sekedar menjual produk “pinggiran” dan menjadi lahan empuk bagi pasar barang-barang industri maju dari negara adidaya.