Kehadiran Obama dalam panggung politik AS bakal memiliki dampak yang luar biasa bagi seluruh dunia. Pengaruh besar itu bukan semata karena AS merupakan negara yang selama ini begitu dominan dalam bidang ekonomi dan politik luar negeri. Tapi, secara spesifik kehadiran Obama akan menimbulkan tiga stimulus besar yang memengaruhi tata kehidupan dunia. Pertama, Obama menawarkan pendekatan persuasi dalam politik luar negeri, sehingga setiap masalah (konflik) tidak diselesaikan dengan operasi militer. Kedua, Obama akan mengakhiri era �negara tidur� dalam bidang ekonomi (sosial) yang selama ini menjadi pemicu aneka soal yang berkaitan dengan kemerosotan ekonomi, hancurnya akses dan kualitas kesehatan, dan menurunnya pendidikan AS. Ketiga, Obama punya potensi menggalang solidaritas global demi mengatasi persoalan ketimpangan kemakmuran global yang kian mengerikan.
Proyek Penataan Ekonomi
Fakta keras yang tidak dapat dihindari oleh ekonomi AS yang serba dipandu pasar adalah ketimpangan kesejahteraan antarwarga. Itulah yang menyebabkan sebagian warga negara AS sulit mengakses perumahan, pendidikan, dan kesehatan yang layak. Realitas ini tentu mengecewakan, sebab sebagai salah satu negara dengan pendapatan per kapita yang tertinggi di dunia mestinya semua penduduk AS mendapatkan kelayakan kebutuhan hidup dasar (bahkan sekunder/tersier). Namun, kenyataan sebaliknya yang malah terjadi, di mana sumber dari itu semua adalah ketimpangan pendapatan. Hal ini tentu berbeda dengan sebagian negara-negara di Eropa, seperti Jerman, yang walaupun pendapatan per kapitanya lebih rendah, tapi tingkat ketimpangan pendapatannya cukup rendah sehingga akses publik terhadap perumahan, pendidikan, dan kesehatan relatif bagus (tentu dengan ditopang oleh sistem� jaminan sosial yang kokoh).
Obama sangat sadar hal itu, sehingga bersama dengan tim ekonominya dia berupaya merombak sistem ekonomi AS yang selama ini menjadi sumber penyebab ketimpangan tersebut. Salah satu yang akan dilakukannya adalah mendesain kebijakan pajak progresif, di mana warga yang lebih kaya (pendapatan di atas US$ 250 ribu) akan mendapat beban pajak yang lebih tinggi. Model ini memberikan dua dampak yang penting. Pertama, mengikuti pandangan Keynes, pajak progresif yang akan memeratakan pendapatan dipastikan bisa meningkatkan permintaan total (aggregate demand) masyarakat sehingga ekonomi berpotensi bergerak lebih cepat. Penjelasannya, kelompok kaya cenderung memakai sebagian (besar) pendapatannya untuk ditabung, sementara kaum papa membelanjakan seluruh pendapatannya. Memang pajak progresif bukan satu-satunya intrumen ekonomi untuk meningkatkan permintaan total, tapi instrumen ini berdasarkan pengalaman sangat cukup efektif.
Kedua, pajak progresif yang dikelola dengan baik melalui skema sistem jaminan sosial membuat akses kelompok miskin untuk memeroleh hak dasar minimum, seperti kesehatan, pendidikan, dan perumahan (bisa diperluas dalam banyak segi), akan meningkat drastis. Obama sangat menyadari hal ini sehingga sistem jaminan sosial menjadi salah satu prioritas program kerjanya. Dalam bidang kesehatan, Obama ingin meningkatkan persentase warga negaranya yang dijamin oleh asuransi kesehatan, di mana dalam satu dekade terakhir ini cenderung menurun. Hal yang sama juga terjadi di bidang pendidikan dan perumahan. Tentu saja untuk merealisasikan program itu diperlukan peran negara yang cukup eksesif, yang selama ini dihindari oleh ideologi pasar. Peristiwa ini menandai keyakinan baru yang diperagakan AS untuk menyusun sistem ekonomi (sosial) yang lebih bermakna bagi masa depan yang lebih menjanjikan kesetaraan kesejahteraan.
Tata Ekonomi Dunia
Tentu saja warga dunia berharap Obama tidak berhenti menata ekonomi domestik AS, meskipun portofolio tugas yang diembannya memang mengurus masalah dalam negeri. Obama diperlukan perannya dalam mendesain kembali tata ekonomi dunia karena dua pertimbangan penting. Aspek pertama adalah keyakinan bahwa AS merupakan negara yang paling berpengaruh dalam mengkonstruksi tata ekonomi dunia, sehingga wajar apabila tuntutan perubahan tata ekonomi dunia tersebut juga harus melibatkan AS secara aktif. Aspek berikutnya adalah realitas bahwa tata ekonomi dunia yang disorong AS selama ini telah menghasilkan residu pembangunan yang amat pahit, misalnya berupa kemiskinan massal, ketimpangan pendapatan, kriminalitas, dan aneka patologi sosial lainnya. Stigma AS yang serba buruk dalam soal ini hanya dapat dilneyapkan apabila AS menempuh langkah radikal untuk turut memerbaikinya.
Rasanya secara substansial tidak terlalu berat bagi Obama untuk memikul beban tersebut karena model reformasi ekonomi untuk menata ekonomi domestik AS paralel dengan kebutuhan reformasi tata ekonomi dunia. Krisis ekonomi yang bermula dari AS juga menjadi kekuatan pendorong yang meyakinkan bahwa model pembangunan dan sistem ekonomi pasar tanpa pagar cuma menimbulkan ilusi. Mestinya spirit program ekonomi domestik AS itu terpantul dalam kebijakan ekonomi luar negerinya sehingga nantinya dua pilar terpenting interaksi ekonomi dunia, yakni sistem perdagangan dan keuangan, menjadi obyek reformasi utama. Proyek liberalisasi perdagangan dan keuangan mesti dikaji ulang untuk memberi ruang bagi negara berkembang memerkuat ekonominya, sedangkan bagi negara maju reformasi itu diperlukan untuk menata ulang desain ekonominya. Jika komitmen Obama sampai ada level ini, maka idiom Change We Believe In akan lebih bergema secara internasional.
Kompas, 11 November 2008
*Ahmad Erani Yustika, Direktur Eksekutif Indef;
Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya