Pada 14 Februari 2012 panitia seleksi (pansel) pemilihan calon anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi telah menutup pendaftaran. Pada awal masa pendaftaran terlihat tidak banyak antusiasme dari masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses seleksi, namun ternyata pada saat-saat terakhir penutupan jumlah pelamar membludak menjadi 273 orang. Pansel akan membagi proses seleksi dalam 4 tahap, yakni seleksi administrasi, kapabilitas, kesehatan, dan kompetensi. Di ujung seleksi itu akan dipilih 21 orang dari pendaftar untuk diserahkan kepada Presiden. Selanjutnya, presiden minimal menyerahkan 14 nama kepada DPR (Komisi XI) untuk dilakukan fit and proper test. Dalam proses tersebut DPR akan memilih 7 orang, sehingga lengkap ada 9 orang yang akan menjadi Ketua, Wakil Ketua, dan anggota OJK. Dua orang lainnya adalah ex-officio yang diambil dari Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
Berpacu dengan Waktu
Proses seleksi di pansel harus sudah selesai pada 21 Maret 2012, sehingga waktu yang dimiliki sungguh tidak banyak. Jika sisa waktu tersebut dibagi dalam 4 tahap seleksi, maka masing-masing proses seleksi hanya tersedia waktu sekitar 8 hari saja. Oleh karena itu, menurut hemat saya, pansel jangan menghabiskan waktu terlalu banyak dalam proses administrasi dan kesehatan. Proses seleksi administrasi bisa dilakukan secara cepat karena tidak ada kerumitan di dalamnya, seluruhnya sudah ada dalam panduan. Paling lama seleksi administrasi ini 3 hari. Hal yang sama juga dalam seleksi kesehatan, di mana kewenangan tidak seluruhnya ada di pansel, tapi sebagian berdasarkan rekomendasi tim kesehatan. Diharapkan pansel menerima tanpa kecuali rekomendasi dari tim kesehatan agar tidak terjadi komplikasi penilaian. Seperti halnya seleksi administrasi, seleksi kesehatan ini diharapkan maksimal dapat diselesaikan dalam tempo 3 hari saja.
Dengan penjelasan di atas, maka sebetulnya seleksi administrasi dan kesehatan hanya akan mengambil waktu maksimal seminggu, sehingga masih tersisa 4 minggu untuk melakukan seleksi kapabilitas dan kompetensi. Khusus seleksi kapabilitas belum terlalu jelas proses yang akan dilakukan pansel: apakah sekadar melihat jejak rekam para pendaftar atau melakukan uji lain yang lebih spesifik. Terlepas pilihan uji kapabilitas yang akan dilaksanakan, masyarakat perlu diberi waktu yang mencukupi untuk memberikan penilaian. Penilaian masyarakat ini tidak semata diperlukan untuk menambah bobot penilaian pansel, tapi juga sebagai sumber informasi menyangkut kredibilitas, integritas,  dan independensi calon. Kredibilitas, integritas, dan independensi calon komisioner OJK merupakan hal mutlak karena keberadaannya sebagai lembaga pengawas sektor keuangan yang sedemikian besar. Jika ketiga hal itu tidak dipunyai, maka fungsi regulasi dan pengawasan pasti tidak bisa berjalan.
Seleksi kapabilitas dan kompetensi merupakan proses yang paling vital dalam penilaian kelayakan para calon komisioner, karena setelah dibawa ke presiden dan DPR pertimbangan politik lebih menentukan. Dalam seleksi kapabilitas harus dilihat kesesuaian antara pengalaman dan pengetahuan dengan pilihan posisi yang telah ditentukan oleh para calon komisioner. Calon yang memilih posisi sebagai pengawas perbankan, misalnya, harus memiliki pengetahuan/pengalaman di bidang tersebut. Jika dia mempunyai jejak rekam tersebut maka dianggap kapabel, demikian sebaliknya. Sementara itu, uji kompetensi sepertinya akan menggunakan proses seleksi makalah dan wawancara untuk menggali wawasan yang lebih mendalam dari sang calon. Saya berharap pengetahuan makro lebih didalami, meskipun tanpa mengabaikan aspek-aspek mikro yang harus dikuasai. Pengetahuan makro ini mencakup kemampuan menganalisis konfigurasi sektor keuangan domestik dalam integrasi ekonomi global.
Konflik Kepentingan
Ganjalan paling serius dalam proses seleksi adalah keharusan pendaftar yang berasal dari pelaku pasar modal dan perbankan mendapatkan surat referensi dari pimpinan di kedua lembaga tersebut, yakni Ketua Bapepam L/K dan Gubernur Bank Indonesia. Surat referensi itu diajukan ke pimpinan dua lembaga itu dan langsung diserahkan ke pansel dalam amplop tertutup, sehingga masing-masing pendaftar yang mengajukan tidak mengetahui isi referensi. Problemnya adalah soal obyektivitas dan potensi terjadinya konflik kepentingan. Menyangkut obyektivitas, dasar apa yang dipakai oleh pimpinan itu untuk memberikan/tidak memberikan surat referensi kepada calon yang mengajukan, sehingga potensi terjadi subyektivitas penilaian menjadi besar. Berkaitan dengan konflik kepentingan, bagaimana seandainya pimpinan itu ikut mendaftar, yang sangat mungkin terjadi pada diri Ketua Bapepam L/K. Dalam posisi ini, secara naluriah pimpinan akan menganulir nama yang dianggap menjadi rival kuat.
Selanjutnya, isu lain yang gencar disuarakan adalah komisioner sebaiknya OJK diisi oleh para profesional/praktisi yang paham seluk beluk sektor keuangan. Kaum profesional itu tidak lain adalah pelaku yang telah malang melintang di sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga keuangan non-bank lainnya. Sebagian pandangan ini benar, karena dengan kepiawaian mereka di sektor keuangan membuat tidak sulit untuk menguasai persoalan. Mereka tidak perlu lagi melakukan masa adaptasi untuk langsung bekerja sebagai pengawas sektor keuangan. Sungguh pun begitu, pengetahuan soal sektor keuangan tidak selalu diperoleh dari pengalaman bekerja di sektor keuangan. Para regulator, akademisi, dan pengamat ekonomi yang mendalami sektor keuangan juga memiliki bobot yang sama dengan para praktisi tersebut. Dalam beberapa hal, kelebihan kelompok yang terakhir ini bisa menjaga jarak dengan sektor keuangan yang menjadi obyek pengawasannya.
Fakta lain yang perlu disampaikan adalah visi pengawasan sektor keuangan dan proyeksi terhadap peran sektor keuangan di masa depan. Pengawasan sektor keuangan tidak hanya sekadar apakah prosedur sudah dijalankan atau belum, seperti proses pengajuan kredit di sektor perbankan. Lebih dari itu, pengawasan sektor keuangan juga menyangkut kelaikan produk yang dijajakan. Dalam banyak hal, proses pengawasan ini bersinggungan dengan perlindungan konsumen, yang selama ini kerap menjadi korban kemajuan sektor keuangan. Las but not least, komisioner OJK juga harus merumuskan peran sektor keuangan di masa depan. Sektor keuangan selama ini berjalan sangat cepat, tapi makin menjauh dari sektor riil. Realitas tidak mengenakkan ini yang harus segera diurus agar tidak dianggap menjadi hal yang normal. Selebihnya, pemilihan komisioner OJK kali ini merupakan pertaruhan dari format sektor keuangan di Indonesia. Akhirnya, selamat datang OJK!.
*Ahmad Erani Yustika, Ekonom Universitas Brawijaya;
Direktur Eksekutif Indef