Pasca diberlakukannya ACFTA (Asean China Free Trade Agreement) situasi perekonomian nasional terlihat kurang menguntungkan, khususnya hal dalam perdagangan internasional. Dalam koridor ACFTA itu, defisit yang dialami Indonesia terutama berasal dari China dan Thailand. Tetapi, rapor yang lebih miris sebetulnya layak dialamatkan ke sektor industri, di mana pertumbuhan dan kontribusinya terhadap perekonomian nasional (PDB) terus menurun. Tentu terdapat banyak factor yang menjadi penyebab merosotnya sektor industri, namun dapat dikatakan ACFTA termasuk salah satu pemicu pemburukan ini. Rata-rata sumbangan sektor industri sendiri terhadap PDB selama kurun 2005-2010 hanya sebesar 26,88%. Pada 2005, donasinya terhadap PDB masih sebesar 28,08%, namun pada 2010 tinggal 24,8%. Deskripsi ini menjelaskan sangat baik adanya fenomena deindustrialisasi. Ada baiknya, kita lihat lebih terperinci peta sektor industri nasional ini.
Peta Sektor Industri
Sudah lama berlangsung pertumbuhan sektor industri lebih rendah ketimbang pertumbuhan ekonomi nasional (seperti juga yang terjadi di sektor pertanian dan pertambangan). Selama periode 2005-2010 sektor industri hanya tumbuh 4,02%, sedang pada masa yang sama pertumbuhan ekonomi sebesar 5,70%. Pada 2010 sendiri sektor industri tumbuh 4,5%. Fakta ini menyiratkan sebuah berita yang jelas bahwa sudah sejak lama sektor industri bukan lagi sumber pertumbuhan ekonomi yang penting, peranannya telah digantikan oleh non-tradeable sector. Jika masuk lebih rinci lagi, struktur sektor industri migas yang kian menciut peranannya terhadap sektor industri dari waktu ke waktu. Selama kurun waktu 2005-2009 kontribusi industri migas terhada PDB sebesar 9,3% dan nonmigas 90,7%. Oleh karena itu, memang telah masuk waktunya sektor industri nasional lebih bertumpu kepada nonmigas.
Jika dilihat secara subsektor, sebetulnya sektor industri nasional selama ini hanya bertumpu kepada empat sub-sektor industri, yakni sub-sektor peralatan, mesin dan perlengkapan transportasi (rata-rata kontribusinya terhadap total sektor industri 29,04% selama periode 2005-2009); sub-sektor makanan, minuman, dan tembakau (25,50%); sub-sektor produk pupuk, kimia dan karet (12,05%); dan sub-sektor tekstil, barang dari kulit dan alas kaki (10,18%). Keempat sub-sektor itu menyumbang sekitar 78% dari total sektor industri. Secara kasat mata, terlihat keunggulan industri nasional adalah komoditas yang berbasis sektor pertanian dan sumber daya alam lainnya. Di luar itu, industri nasional hanya kuat di sub-sektor peralatan, mesin, dan transportasi. Dengan begitu, data ini menjelaskan dengan sederhana, subsektor-subsektor itulah yang menjadi dasar pengembangan industri nasional.